CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 11 Juni 2016

CERPEN SPESIAL RAMADHAN : LET ME CLOSE TO YOU

Moshi-moshi minna-san! Alhamdulillah akhirnya author masih diberikan umur yang panjang oleh Allah SWT. untuk bisa bertemu sama bulan ramadhan kali ini. Nah, berhubung author punya ide pas bikin sop buah sebagai takjil kemarin, maka jadilah cerpen ini;) Sop buah disini juga kesukaan author lohh *gak ada yg nanya:p

Oke, cukup cuap-cuapnya. Happy reading guys, I hope u enjoyed with my story.. and Minal aidin wal faizin:) Happy fasting for muslim in the world!


LET ME CLOSE TO YOU

Cewek yang sedang membawa sajadah itu segera berlari menghampiri seorang cowok yang baru saja keluar dari rumahnya. Mukenah yang dia kenakan membuatnya sedikit terhambat untuk menyamakan langkah dengan cowok berbaju koko yang kini ada di depannya.

            “Tsabit tungguin gue, dong!” cowok yang merasa namanya dipanggil, segera menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke belakang. Hal ini tentu tak disia-siakan oleh cewek ini. Dia segera mempercepat langkahnya hingga dapat berdiri disamping Tsabit.

            “Orlin, wudhu gue bisa batal kalau lo dekat-dekat gini sama gue. Sana ah, jauh-jauhan dikit!” Orlin memasang wajah cemberut setelah mendengar perkataan Tsabit.

            “Yaelah, gua kan gak nyentuh lo. Mana bisa batal,” ucap Orlin dengan nada yang sengaja dibuat kesal.

            “Ya emang belum. Tapi kalo lo deket banget sama gue kayak begini, ntar gue gak sengaja nyentuh lo gimana?” Tsabit berusaha memberikan penjelasan kepada Orlin dengan nada yang lebih lembut. Entah kenapa nada kesal dari Orlin selalu membuatnya cemas. Tsabit tidak ingin Orlin kesal ataupun sampai marah kepadanya karena hal itu seolah membuatnya merasa sangat bersalah dan ia sangat benci akan kenyataan itu.

            “Lo kenapa sih? Gue kan cuman mau pergi ke mesjid buat sholat subuh bareng lo sama seperti ramadhan-ramadhan yang lalu pas kita masih kecil.” Sahut Orlin yang hanya di tanggapi dengan helaan napas singkat dari Tsabit.

            “Percepat jalan lo biar kita gak masbuk.” Ucap Tsabit lalu melangkah kembali untuk menuju masjid bersama Orlin disampingnya. Tsabit tersenyum kecil melihat kaki pendek Orlin yang berusaha menyesuaikan langkahnya dengan langkah kaki Tsabit yang panjang dan memiliki tempo yang cepat. Ditambah lagi dengan mukenah yang Orlin kenakan, terlihat sangat imut bagi Tsabit.

            “Eh, abis sholat subuh kita jogging, yuk!” ajak Orlin dengan penuh semangat. Merasa dipandang oleh Orlin, Tsabit segera menormalkan wajahnya.

            “Abis sholat gue mau tadarusan dulu. Di bulan suci ini mending perbanyak pahala deh.” Tsabit memberikan alasan. Ia sebenarnya senang bisa berada di dekat Orlin, hanya ia tak bisa.

            “Habis lo tadarusan kan bisa. Gue juga mau tadarusan dulu, kok.” Sanggah Orlin. Namun Tsabit tak menanggapi dia lagi dan langsung masuk ke dalam masjid saat mereka telah sampai.

****
            “Tsabit... Tsabit.. maen yokk.. eh, salah. Kebiasaan dari kecil nih.” Orlin terkekeh mendengar ucapannya sendiri. Ia telah berada di depan rumah Tsabit yang letaknya tepat di samping rumahnya.

            “Tsabiiittt.. Tsab –”

            “Apaan sih lo teriak-teriak? Berisik tahu gak. Masih pagi woy.” Tegur Tsabit setelah keluar dari dalam rumahnya. Sementara yang ditegur hanya menyengir lebar.

            “Justru itu karena masih pagi gue pengen ngajakin lo jogging. Kan gua udah bilang tadi subuh.” Ucap Orlin santai.

            “Duh, gua males banget. Lo aja sana. Orang lagi puasa harusnya nyimpan tenaga, nah lo rajin amat buat jogging.” Tsabit kembali membuat alasan.

            “Puasa itu bukan alasan untuk malas-malasan. Lo jogging sambil puasa malah bikin sehat tahu. Toh, dulu waktu kita kecil lo yang paling semangat kalo masalah jogging abis sholat subuh. Malahan lo sampe masuk ke kamar gue cuman untuk bangunin gue.” Ucap Orlin yang sangat kecewa dengan penolakan Tsabit.

Bukannya ia tidak menyadari perubahan yang ada pada diri Tsabit. Ia sungguh menyadarinya, tetapi ia tidak ingin menerima perubahan itu secara tiba-tiba tanpa ada penjelasan. Orlin dan Tsabit sudah bersahabat sejak mereka masih di playgroup. Kedekatan mereka sudah layaknya seorang kakak-beradik yang saling mengerti dan saling menyayangi satu sama lain. Namun, kedekatan itu perlahan memudar saat mereka menaiki kelas 3 SMP. Hal ini akibat perubahan yang ditunjukkan Tsabit. Entah apa penyebabnya, Tsabit perlahan mulai menghindari Orlin. Ia tak lagi ingin pergi jalan hanya berdua dengan Orlin, jarang mau disentuh Orlin, bahkan hanya berbicara seperlunya dengan Orlin.

            “Orlin, kita sama yang dulu tuh udah beda. Sekarang kita udah SMA – ”

            “Iya, gue tahu kita yang sekarang itu udah beda. Dan lo penyebab dari renggangnya persahabatan kita. Emang kenapa kalau misalkan kita udah SMA? Gue rasa gak ada masalahnya dengan itu!” Orlin segera memotong perkataan Tsabit dengan kata-kata yang menohok. Orlin sudah merasa bosan dengan alasan yang dikemukakan Tsabit. Alasan yang sudah sangat lama Tsabit gunakan tanpa penjelasan yang lebih jelas.

            “Hhh, oke. Gue kasih tahu sama lo alasan gue yang sebenarnya. Lin, kita itu bukan anak-anak lagi. Gue gak bisa terus dekat-dekat sama lo seperti dulu. Gue takut kalau aja diantara kita nantinya punya perasaan yang lebih dari sahabat. Gue gak mau diantara kita ada yang tersakiti karena perasaan konyol yang disebut cinta.”  Jelas Tsabit. Inilah alasan yang sangat ingin didengar Orlin. Namun alasan ini juga yang sekarang membuatnya terluka.

            “Lo bilang lo takut kalau diantara kita bakalan punya rasa yang lebih dari sahabat? Tsk, telat Lo! Karena pada akhirnya I’M FALLING IN LOVE WITH YOU! Oh ya, lo juga gak mau kan kalau diantara kita ada yang tersakiti? Tapi kenyataannya gue udah tersakiti karena perasaan konyol yang lo maksud itu.” Orlin tak bisa menahan perasaannya lagi. Dia tak ingin tersiksa akan perasaan yang dia pendam selama ini. Mata Orlin telah berkaca-kaca yang membuat Tsabit terus berharap di dalam hatinya agar air bening dari mata Orlin tidak sampai mengalir di pipi cewek yang sangat ia sayangi itu.

            “Sorry..  gue benar-benar minta maaf sama lo.” Ucap Tsabit tulus. Ia terlalu kaget mendengar pengakuan Orlin dan dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Akan tetapi, satu ide terlintas dalam pikirannya.

            “Kita bisa aja pacaran. Asal lo bisa menyelesaikan teka-teki gue ini.” Wajah penuh harap disertai senyuman lebar dari Orlin menjadi respon utama dari perkataan Tsabit.

            “Apaan?!” tanya Orlin antusias.

            “Gue mau pas waktu berbuka nanti, lo bawa makanan satu ini ke rumah gue. Makanan ini warnanya kayak pelangi dalam lautan air putih. Rasanya yang lembut dan manis selalu bisa melepas dahaga. Apalagi kalau udah dalam keadaan yang dingin banget. Oke, that’s the clue!” jawab Tsabit dengan nada penuh misteri. Orlin tampak berpikir sejenak.

            “Oke, itu mah gampang. Awas aja ya lo. Kalo gua beneran bisa bawain makanan yang tepat, kita harus jadian.” Ucap Orlin lebih mengarah pada sebuah ancaman. Tsabit mengangguk untuk menjawab Orlin.

            “Eits.. tapi lo jangan lari dari ajakan gue sekarang. Cepetan gih siap-siap, ntar keburu tinggi mataharinya gak jadi jogging deh kita.” Ujar Orlin setelah teringat tujuan utamanya ke rumah Tsabit.

            “Lo masih mau jogging? Yakin lo?” Orlin mengangguk mantap setelah melihat ekspersi ragu dari Tsabit.

            “Iya. Udah ah cepetan ganti baju. Atau mau gue masuk ke kamar lo dan pilihin baju buat lo kayak yang pernah gue lakuin waktu masih kecil?” ancam Orlin yang kali ini sontak membuat mata Tsabit melonjak kaget.

            “Enggaklah! Gila aja lo.” Ucap Tsabit cepat. Ia takut kalau Orlin benar-benar nekat nantinya.
            “Yaudah, sana. Gak lama kok kita. Gue cuman mau ngajakin lo ke taman bermain. Pengen bernostalgia haha,”

            “Oke, kali ini aja yah. Lo tunggu disini, gue ganti baju dulu.” Tsabit akhirnya pasrah. Dia tidak mungkin lagi menentang permintaan Orlin. Orlin pun tersenyum penuh kemenangan setelah melihat Tsabit masuk ke dalam rumahnya. Dalam hati ia terus berpikir makanan apa yang Tsabit maksud. Dia harus segera menebaknya demi memperbaiki hubungan mereka.

****
Pukul 17.30 Orlin tiba di rumah Tsabit sambil membawa makanan yang dia yakin merupakan jawaban yang tepat dari teka-teki Tsabit. Orlin melihat Tsabit sedang membaca buku di sofa ruang tengah. Orlin segera menuju ke tempat Tsabit dan duduk tepat disampingnya. Tsabit menoleh kaget ke arah Orlin yang tengah menatapnya ceria.

            “Nih, gue udah bawain makanan dari teka-teki lo itu. Hebat kan gue?” Orlin menyodorkan sebuah kantung plastik berisi makanan yang dia bawa tadi.

            “Apaan? Lho kok jawabannya es krim sih?”  tanya Tsabit setelah membuka isi dalam kantung plastik tersebut. Orlin mengerutkan keningnya, bingung sekaligus khawatir jika tebakannya salah.

            “Ya gue pikir jawabannya itu makanan kesukaan gue, es krim tiga warna yang dicampur sama milkshake vanilla.” Jawab Orlin ragu. Dia merasa malu dan sangat bodoh karena begitu percaya diri untuk berpikir makanan kesukaannyalah yang dijadikan teka-teki oleh Tsabit.

            “Gue ke dapur dulu yah.” Tsabit segera pergi menuju dapurnya, meninggalkan Orlin yang sedang menundukkan kepala. Tak berapa lama Tsabit datang sambil membawa semangkuk sop buah.

            “Makanan yang gue maksud itu adalah makanan kesukaan gue, yaitu sop buah ini.” Ucap Tsabit setelah kembali ke tempat duduknya. Orlin pun memandangnya heran.

            “Sejak kapan lo suka makan sop buah? Bukannya lo gak suka banget yah?” Tsabit hanya mengedikkan bahunya mendengar pertanyaan Orlin.

            “Sejak nyokap gue bikin sop buah rasa ini pas bulan ramadhan yang lalu. Sop buah yang airnya warna putih jernih dari campuran susu, krimer, air gula dan sedikit sirup rasa melon. Cuman sirup rasa melon yang gue suka itupun gak terlalu. Yang isinya buah apel, anggur, pepaya, melon, dan jelly yang semuanya harus dipotong dadu karena gue gak suka kalau buahnya diserut.” Jawab Tsabit. “So.. jawaban lo salah.” Lanjut Tsabit.

            “Wait, gue mau nanya sama lo. Kalau misalnya gue berhasil menebak teka-teki lo ini, apa lo beneran yakin untuk pacaran sama gue?” Tsabit terdiam mendengar pertanyaan Orlin. Dia tahu, Orlin tidak akan bisa menebak teka-tekinya ini. Maka dari itu dia berani membuat perjanjian dengan Orlin.

            “Lo diem artinya lo emang gak pernah niat buat jadian sama gue. Mau gue bener apa nggak buat jawab teka-teki lo, tetap aja lo gak bakalan mau jadian sama gue. Jadi sekarang lo cuman mainin gue gitu? Tega lo!” Tsabit terkaget mendengar tudingan Orlin yang tak sepenuhnya benar. Orlin yang emosinya sudah memuncak segera berdiri berniat untuk pergi. Namun, ujung baju lengan panjangnya ditarik oleh Tsabit yang membuat dia tertahan. Orlin sempat tak menyangka melihat tangan Tsabit kini memegang ujung lengan bajunya. Untuk pertama kali setelah satu tahun hubungan merenggang mereka, Tsabit memegangnya kembali. Meskipun hanya sekadar ujung lengan bajunya.

            “Please duduk dulu, Lin. Gue gak mau lo pergi dipenuhi dengan kesalahpahaman.” Orlin kembali duduk di tempatnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dia menunggu penjelasan dari Tsabit.

            “Gue dari awal sebenarnya udah khawatir jika hal ini terjadi. Makanya gue berusaha untuk jaga jarak sama lo. Dan saat lo ngomong kalau lo suka sama gue, kekhawatiran gue berubah jadi rasa takut. Gue gak pernah mau buat pacaran karena gue gak mau narik lo masuk ke dalam hal yang mendekati zina. Jujur, gue tertarik sama lo. Tapi gue akan selalu berusaha mengontrol perasaan gue ini hingga waktu yang tepat untuk diutarakan. Jadi tolong, jangan pernah salah paham lagi sama gue.” Orlin takjub mendengar perkataan Tsabit. Semenit berlalu, ia masih takjub. Semenit berikutnya Orlin sudah tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah Tsabit yang terlihat menggemaskan menunggu respon dari dia.

            “Ya Allah, gue gak pernah minta pacaran kali. Lo aja tuh yang langsung nawarin ke gue, ya jadi gue terima ajalah tawaran lo. Tsabit, dengerin gue baik-baik. Gue itu cuman mengutarakan perasaan. Just it. Gak lebih. Yang gue harap itu kita bisa kembali menjadi sahabat yang saling mengerti dan menyayangi seperti dulu. Tahu gak, sekarang gue berasa orang asing buat lo yang notabene sahabat lo dari kecil. Gue mau kenal lo lebih dekat lagi. Lebih dari apa yang gue tahu selama ini tentang lo. Jangan pernah menghindar lagi yah dari gue.” Orlin menatap Tsabit penuh permohonan.

            “Gak lagi deh. Ya, gue akan tetap jadi sahabat lo dan akan memulai kembali untuk mengenal lo juga. Tapi, ada satu hal yang gue minta pengertian dari lo. Meskipun kita sahabatan, kita tetap gak bisa seperti dulu. Kita tetap harus mematuhi aturan pergaulan yang ada dalam Islam. Paham kan maksud gue?” Orlin tersenyum penuh arti saat mendengar pertanyaan Tsabit. Dia kemudian mengambil mangkuk sop buah yang terletak di atas meja.

            “Iya, gue paham kok. Yang gue maksud mengenal lo lebih dekat ya bisa dimulai dari ini, mengetahui makanan kesukaan lo yang baru. Gue pasti akan selalu ingat resep sop buah buatan nyokap lo biar suatu saat gue juga bisa bikinin buat lo.” Sahut Orlin sambil mengaduk-aduk isi sop buah Tsabit. Pandangan Orlin sengaja dia fokuskan dan menunduk ke arah sop buah yang sedang ia pegang untuk menyembunyikan wajahnya yang sedang blushing. Tsabit menyadari perubahan tingkah laku Orlin dan turut tersenyum geli melihatnya.

Senja saat menanti waktu berbuka puasa terasa berbeda bagi Orlin dan Tsabit kali ini. Mereka telah memperbaiki hubungan mereka yang renggang karena suatu hal yang semestinya tak perlu dipermasalahkan. Menikmati indahnya kisah persahabatan yang diselipkan cinta bukan berarti harus dirubah ke dalam hal yang rumit. Perasaan bukanlah mainan yang dapat dibolak balik oleh manusia. Merupakan hal wajar jika manusia memiliki perasaan tertarik terhadap lawan jenisnya. Namun, persahabatan antara lawan jenis bukan berarti tak boleh adanya. Selama mereka tahu batasan-batasan yang dapat mereka lakukan, why not? Sungguh Allah Maha Mengetahui segala hal yang hambanya sendiri tak ada yang mengetahui.


0 komentar:

Posting Komentar